Cerita Wayang Dewa Ruci Bahasa Jawa

Riverspace.org – Dewa Ruci merupakan salah satu tokoh pewayangan yang muncul pada kisah Raden Bimasena, salah satu dari Pandawa dari Kerajaan Hastina. Cerita wayang Dewa Ruci mengandung berbagai macam nasehat-nasehat tentang kehidupan dan moral orang di tanah Jawa. Baca Juga: Cerita Wayang Arjuna Singkat Jawa dan Sunda

Meskipun banyak nasehat-nasehat di dalam ceritanya, ternyata sosok Dewa Ruci ini digambarkan sebagai dewa yang kerdil alias berperawakan kecil atau mini. Dalam pedalangan, kisah Dewa Ruci cukup populer sehingga banyak diangkat dan dipertunjukkan dalam pagelaran wayang.

Untuk kamu yang ingin mencari cerita wayang dewa ruci dalam bahasa jawa, kamu bisa copy paste artikel ini lalu di translate saja dengan google translate ke dalam bahasa jawa.

Contents

Cerita Wayang Dewa Ruci Singkat dan Lengkap

Cerita Wayang Dewa Ruci
Cerita Wayang Dewa Ruci

1. Permintaan Pembunuhan Raden Bimasena

Mimpi buruk yang menghampiri Prabu Duryudana dalam beberapa malam membuatnya kembali membenci Raden Bimasena, apalagi hubungan mereka sedari masa kanak-kanak tidak begitu bagus. Keduanya sering berkelahi, bahkan Prabu Duryudana pernah melakukan percobaan pembunuhan terhadap Raden Bimasena dan para pandawa lainnya.

Prabu Duryudana sangat takut mimpinya menjadi kenyataan, karena dalam mimpi tersebut menggambarkan perang Bharatayudha dan penampakan Raden Bimasena membunuh Duryudana sesuai dengan kutukan Resi Mitreya.

Maka dari itu, Prabu Duryudana pun memerintahkan Resi Druna untuk membunuh Raden Bimasena, karena ia adalah guru Pandawa dan Kurawa sehingga sudah pasti mengetahui kelemahan setiap murid-muridnya.

2. Pencarian Kayu Gung Susuhing Angin

Bimasena memiliki niat untuk berguru kepada Resi Druna untuk menyempurnakan ilmu tentang kehidupan dan hal tersebut akan dimanfaatkan oleh Resi Druna untuk memenuhi permintaan Prabu Duryudana.

Ilmu yang akan dipelajari oleh Bimasena adalah ilmu ‘Sangkan Paraning Dumadi’, sehingga ia harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu, yakni menyerahkan kayu Gung Susuhing Angin. Nah, kayu ajaib ini ternyata hanya dapat tumbuh di puncak Gunung Candradimuka.

Namun, ternyata hal tersebut hanya akal-akalan Resi Druna saja, karena kayu Gung Susuhing Angin tidak ada sama sekali. Ia menyuruh Bimasena datang ke Gunung Candradimuka, karena konon katanya di sana merupakan tempat angker yang mengerikan dan terdapat dua raksasa bengis di dalamnya.

Mendengar hal tersebut Prabu Duryudana merasa bimbang dan akhirnya memerintahkan Raden Kartawarma untuk mengikuti Bimasena dari kejauhan.

3. Raden Bimasena Menghadapi Dua Raksasa

Benar saja, ketika sudah sampai Gunung Candradimuka, Bimasena menemukan sebuah gua, yakni Sigrangga dan memasukinya untuk mencari apa yang diinginkan sang guru. Di dalam gua sudah ada dua raksasa yang murka karena kedatangan Bimasena, sehingga langsung menyerangnya.

Sebenarnya cukup mudah untuk Bimasena melawan dua raksasa tersebut, akan tetapi ketika salah satu di antara raksasa berhasil dikalahkan kemudian raksasa lainnya melangkahi mayatnya, akhirnya raksasa yang sudah tewas kembali bangun lagi dan begitu seterusnya.

Bimasena yang merasa kewalahan pun mengheningkan cipta, akan tetapi ketika itu justru kedua raksasa tersebut limbung dan sempoyongan. Akhirnya, Bimasena menjambak rambut keduanya lalu membenturkan kepada keduanya hingga pecah dan tewas bersamaan.

4. Anugerah dari Batara Indra dan Batara Bayu

Ternyata, kedua raksasa tersebut berubah menjadi abu dan kembali menjelma sebagai Batara Batu dan Batara Indra. Kedua dewa itupun berterimakasih kepada Bimasena karena sudah meruwat mereka dan mengembalikan mereka menjadi dewa lagi.

Karena itulah akhirnya Bimasena mendapatkan anugerah dari dua dewa tersebut, yakni berupa cincin Druwenda.

5. Tugas Mencari Air Kehidupan

Karena gagal membunuh Bimasena dengan cara pertama, akhirnya Prabu Duryudana yang mendapat laporan dari Raden Kartawarma pun menugaskan Resi Druna untuk menyusun rencana kedua.

Rencana kedua tersebut adalah untuk mencari air kehidupan agar Bimasena bisa berguru dan belajar kepada Resi Druna. Air kehidupan tersebut bernama ‘Tirta Pawitrasari Mehening Suci’ yang hanya terletak di kawasan Samudera Minangkalbu.

6. Pertemuan dengan Dewa Ruci

Ketika sampai di samudera seperti apa yang diminta oleh Resi Druna, Bimasena langsung menjeburkan diri meskipun merasa takut karena tidak pandai berenang. Bahkan ia sempat merasa putus asa dan ingin kembali pulang untuk meminta tugas lain kepada Resi Druna.

Akan tetapi, ketika itu di atas kepalanya ada seekor gagak dan burung patukbawang sedang terbang dan mengobrol perihal kematian, bahwa kematian ada di tangan Tuhan sehingga meskipun di laut belum tentu mati, sedangkan tidur di rumah bisa jadi tidak bangun selamanya.

Bimasena yang mendengar hal tersebut merasa tertampar dan akhirnya membulatkan tekad untuk menyelami laut mencari air kehidupan. Di dalam laut tiba-tiba tubuh Bimasena dibelit oleh seekor naga dan semakin ia memberontak, belitan naga semakin kuat.

Sedangkan ketika mulut naga hendak memangsa Bimasena, ia pun sempat menangkap dan menusuk mulut naga sehingga akhirnya naga mati dan bangkainya musnah dari pandangan. Setelah itu, Bimasena digulung ombak hingga ke tengah hingga akhirnya ia berserah diri kepada Tuhan.

Pada saat di puncak keputusasaan, Bimasena dibangunkan oleh seseorang yang perwujudannya persis dengan dirinya namun memiliki ukuran tubuh seperti anak-anak, dan orang tersebut mengaku sebagai Dewa Ruci.

Cerita wayang Dewa Ruci pun dimulai dari sini, kemudian ia berkata bahwa apa yang dicari Bimasena ada pada dirinya. Dewa Ruci juga menjelaskan apa makna dari perjalanan Bimasena dari awal hingga sampai di hadapannya.

7. Makna Perjalanan Bimasena

Pencarian Kayu Gung Susuhing Angin yang merupakan kiasan dari manusia, merupakan tempat keluar masuknya udara. Gunung Candradimuka melambangkan wajah yang indah, kemudian Gua Sigrangga melambangkan tubuh elok menawan.

Kedua raksasa di dalam gua adalah lambing dari keindahan wajah dan keindahan perhiasan. Pencarian tersebut bermakna bahwa manusia yang merias diri merupakan hal wajar, baik pria maupun wanita. Pasalnya, penampilan yang baik pasti akan membuat orang lain lebih menghormati.

Sedangkan peristiwa yang terjadi di Gunung Candradimuka merupakan perlambangan dari Bimasena yang mampu menundukkan godaan dari panca indera guna memperindah penampilan dan mampu mengendalikan pikiran liar.

Saudara-saudara Bimasena adalah kiasan saudara gaib manusia yang disebut sebagai sedulur papat lima pancer. Keempatnya adalah kawah, ari-ari, getih, dan pusar yang merupakan saudara dalam rahim ibu. Memang secara fisik mereka sudah mati, namun secara rohani tetap hidup untuk menjaga bayi siang dan malam.

Peristiwa diserangnya Bimasena oleh naga juga memiliki kiasan atau perlambangan sendiri, yakni hawa nafsu pribadi manusia. Hawa nafsu memiliki sifat yang mengikat dan membelit jiwa manusia layaknya seekor ular agar mengikuti kemauannya.

Ketika Bimasena terombang-ambing digulung ombak, kemudian berserah diri kepada Tuhan hal tersebut adalah perumpamaan bahwa ketika berhasil memerangi hawa napsu, hendaknya bersikap rendah hati di hadapan sesama kemudian berserah diri di hadapan sang pencipta.

Cerita wayang Dewa Ruci memang didominasi dengan kisah Bimasena, putra kedua Prabu Pandu dan Dewi Kunti. Akan tetapi, banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah Dewa Ruci, khususnya wejangan-wejangan beliau terhadap Bimasena.

Tinggalkan komentar